Indosiar.com, Cirebon - Memasuki Desa Kroya dan Desa Karanganyar di Kecamatan Panuragan, sekitar 10 kilometer sebelah utara Kota Cirebon, Jawa Barat, suara bebek terdengar seolah bersahutan-sahutan, tiada henti.Bebek atau itik, memang merupakan sumber matapencaharian masyarakat Desa Kroya dan Karanganyar. Bahkan dari kedua desa inilah, kemudian dikenal bibit itik berkualitas yang biasa disebut bebek Rambon. Bebek Rambon merupakan hasil perkawinan silang antara bebek Cirebon, yang kebal akan penyakit dan bertubuh indah, serta bebek Magelang yang kuat dalam bertelur. Alhasil, dari bebek Rambon inilah, masyarkat Kroya dan Karanganyar dikenal sebagai peternak bebek. Sekitar 7 ratus ribu ekor bebek setiap bulannya atau 8,4 juta ekor bebek setiap tahun, ditetaskan dari sini. Menjadikan Kroya dan Karanganyar sebagai sentra penetasan bebek terbesar di Jawa Barat, bahkan mungkin di tanah air. Hampir 40 persen masyarakat kedua desa ini, berternak bebek selain bertani. Dalam berternak, setiap warga mempunyai peran dan tugas berbeda, mulai dari sekedar memilih telur untuk ditetaskan, ataupun bagian pembudidayaan. Bahkan dari Kroya dan Karanganyarlah, diciptakan alat penetas telur bebek sederhana tetapi menguntungkan peternaknya, yang kemudian dikenal sebagai lemari penetas Achyar. Dibutuhkan kira-kira 500 ribu rupiah untuk membuat lemari penetas Achyar. Dilihat dari bentuknya yang sederhana, orang tidak akan percaya setiap kali penetasan, lemari Achyar dapat menampung 700 butir telur.
Dengan bantuan dua lampu minyak tanah, untuk memperoleh suhu sekitar 39 derajat celcius, telur rata-rata sudah menetas dalam jangka waktu 28 sampai 30 hari. Dari 700 butir, 70 persennya atau sekitar 490 telur bisa ditetaskan menjadi anak itik yang biasa disebut Dod, atau Day One Duck.Untuk mempertahankan kualitas bibit unggul, para penetas telur ini sangat berhati-hati dan selektif dalam memilih telur. Dari mulai memilih pejantan hingga kualitas telur. Proses selanjutnya, pemilihan hasil penetasan telur. Anak bebek jantan biasanya tidak dipelihara karena hanya akan memboroskan makanan. Biasanya, dijual untuk peliharaan anak-anak, seharga seribu rupiah. Sementara harga bibit betina lebih mahal, yakni tiga ribu rupiah per ekor. Bebek yang siap bertelur dan berumur sekitar 7 bulan, harganya bahkan lebih mahal lagi, sekitar 25 ribu rupiah per ekor.
Dengan harga jual yang menggiurkan, usaha penetasan telur bebek di desa Kroya dan Karanganyar ini terus berkembang, bahkan sudah menjadi usaha turun temurun. Warga setempat juga mengaku tidak khawatir dengan banyaknya kompetitor. Peluang beternak bebek dinilai masih bagus oleh mereka. Sebagai bukti, untuk idealnya, Kroya dan Karanganyar seharusnya bisa menetaskan bibit itik sebanyak 25 ribu ekor sesuai permintaan pasar. Namun permintaan baru bisa terpenuhi sekitar 17 ribuan ekor.
Meskipun setiap peternak sudah mendapatkan hasil lumayan dari beternak itik, upaya pembenahan terus mereka lakukan. Rata-rata setiap kepala keluarga mempunyai enam lemari Achyar yang setiap lemarinya bisa menghasilkan 200 ribu rupiah, setiap bulan. Ini berarti, setiap kepala keluarga bisa memperoleh pendapatan satu juta dua ratus ribu rupiah. Hasil yang sangat menguntungkan bagi masyarakatKroya dan Karanganyar. Dari bebek, kualitas hidup masyarakat kedua desa pun terangkat. Banyak pujian serta ungkapan-ungkapan yang disandang masyarakat setempat. Mulai istilah Haji Bebek sampai Istana Bebek. Bahkan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, masyarakat setempat mengadakan sayembara. Bagi siapa yang bisa menentukan jenis kelamin itik betina, sejak sebelum ditetaskan, maka masyarakat desa Kroya dan Karanganyar berani mempekerjakan orang bersangkutan dengan gaji sebesar sepuluh juta rupiah per bulan. Bisa dibayangkan, bagaimana pentingnya arti bebek bagi masyarakat Kroya dan Karanganyar, Cirebon. (Sup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar